Bye-bye Microsoft Office (?)

Saat ini Anda tidak akan menemukan lagi Microsoft Office di laman resmi Microsoft. Bahkan jika Anda mencoba mengakses URI office.com yang muncul adalah Microsoft 365, bukan lagi Microsoft Office Online. Begitu pun pengguna Windows 10/11 tidak akan menjumpai app Office dengan ikon huruf O berwarna merah, yang sekarang digantikan oleh ikon bernuansa biru/ungu denga n nama Microsoft 365 (Office). Apa yang terjadi? Ternyata tak lain adalah rebranding produk dan layanan Microsoft untuk yang kesekian kali. Bagi para pengguna PC ‘kawakan’ yang otomatis banyak menggunakan produk-produk Microsoft, hal ini tidaklah terlalu mengherankan. Dulu, Microsoft pernah menggunakan branding serba ‘.NET’, serba ‘Live’, dan baru-baru ini serba ‘Azure’. Nah, brand 365 ini mulai digunakan di tahun 2017 untuk produk Office 365. Produk ini pada prinsipnya adalah mengalihkan lisensi Microsoft Office dari perpetual (sekali beli) ke subscription (langganan/berkala). Produk/layanan ini menjanjikan pembaruan otomatis (selama berlangganan), tambahan fasilitas berupa penyimpanan awan OneDrive hingga harga yang lebih bersaing. Layanan Microsoft 365 diperkenalkan sebagai pengganti Office 365 pada tahun 2020. Microsoft juga baru-baru ini memperkenalkan layanan Windows 365.

Perubahan tampilan laman utama situs office.com

Tentu saja, aplikasi-aplikasi di bawah Microsoft Office seperti Word, Excel, dan PowerPoint masih menggunakan nama yang sama. Begitu pula Microsoft Office versi standalone, seperti versi LTSC dan Office 2021. Jadi, bagi sebagian besar pengguna, penggantian nama ini tidak akan berarti banyak. Apalagi di Indonesia, pengguna aplikasi Microsoft Office versi standalone masih sangat dominan.

Analog (TV) Switch Off, Jadi Nggak Sih?

Dua tahap penghentian siaran analog terlampaui, dua kali pula tidak dieksekusi sesuai rencana. Sebelumnya pun rencana ini tertunda akibat pandemi COVID-19. Tahap kedua yang direncanakan pada tanggal 24 Agustus 2022 kemarin sebenarnya paling krusial karena salah satu wilayah yang terkena adalah Jabodetabek yang akan menjadi barometer keberhasilan program ini. Pada akhirnya, deadline tanggal 2 November 2022 ditetapkan menjadi batas “terakhir” bagi seluruh wilayah Indonesia. Banyak yang pesimis ini akan benar-benar terlaksana, meskipun secara teknis penghentian siaran analog ini sudah sangat siap dilakukan oleh para lembaga penyiaran. Siaran digital pun sudah berjalan, kendala saat ini terletak pada sosialisasi dan kesiapan masyarakat untuk beralih. Upaya melakukan sosialisasi lewat iklan layanan masyarakat pun belum optimal. Masyarakat pun nampaknya “malas” untuk beralih selama siaran analog masih bisa disaksikan. “Bujukan” untuk beralih ke siaran digital dengan iming-iming kualitas gambar yang lebih bagus dan kanal siaran yang lebih banyak nampaknya tidak mempan. Di sisi lain, memaksa masyarakat beralih dengan langsung mematikan siaran analog dikhawatirkan akan membuat masyarakat “marah” dan malah tidak mau menyaksikan siaran televisi sama sekali. Seharusnya, pihak pemerintah (Kominfo) dan lembaga penyiaran harusnya lebih aktif lagi turun langsung ke masyarakat, kalau perlu door-to-door siang malam menyosialisasikan. Penyisiran ini dilakukan berdasarkan area penyiaran dan kemudian diikuti uji coba penghentian siaran analog di area tersebut (jika memungkinkan). Setelah penghentian juga diikuti dengan penyisiran ulang untuk memastikan masyarakat sudah sepenuhnya beralih ke siaran digital. Tentunya, dalam kegiatan ini juga mencakup pembagian perangkat seperti STB untuk keluarga kurang mampu.

(Foto oleh Anete Lusina: https://www.pexels.com)

Tahap demi tahap terlampaui, tanpa tindakan nyata, penghentian siaran analog di Jabodetabek yang dijadwalkan tanggal 25 Agustus batal terlaksana, kemudian tiba-tiba muncul kabar tanggal 5 Oktober 2022, yang akhirnya batal juga. Sampai akhirnya muncul pernyataan resmi dan masih bernada tentatif bahwa penghentian siaran TV analog selambat-lambatnya tanggal 2 November 2022, alias kembali ke Laptop… Ini pun dengan catatan bahwa masyarakat sudah siap dan tidak kehilangan siaran televisi, apapun itu artinya. Secara umum pun di masyarakat, suara yang dominan mengatakan bahwa mereka akan migrasi ke siaran digital,… jika siaran TV analog benar-benar dihentikan. Jadinya, bak telur dan ayam. Pengalaman Penulis selama ini masih menemukan bahwa masyarakat belum sepenuhnya menyadari dan dengan sadar beralih ke siaran digital, meskipun mereka sudah memiliki perangkat yang memadai. Pada akhirnya, penghentian siaran TV analog sepenuhnya tidak terhindarkan,tentunya akan ada pro dan kontra namun itu risiko yang harus diambil. Kita nantikan saja tanggal 2 November 2022 nanti.

ChromeOS Flex Sudah Dirilis

Seperti sudah diberitakan sebelumnya, Google akhirnya resmi merillis sistem operasi terbarunya, ChromeOS Flex pada 14 Juli 2022. Sistem operasi ini tidak lagi hanya bisa didapatkan sepaket dengan pembelian Chromebook namun bisa diunduh dan dipasang sendiri pada perangkat PC/laptop masing-masing. Sebelumnya, ChromeOS Flex dikenal dengan nama CloudReady dan dikembangkan oleh perusahaan Neverware sebelum diakuisisi oleh Google. Tentu saja, selain perubahan nama sistem operasi ini kini didukung secara resmi oleh Google lengkap dengan pembaruannya.

Untuk mencoba sistem operasi ini kita cukup menyiapkan satu USB flash drive kosong berkapasitas minimal 8 GB (pastikan kosong atau data sudah di-backup terlebih dahulu) dan peramban Google Chrome pada PC/laptop. Kita harus menginstalasi ekstensi Chromebook Recovery Utility dari Chrome Web Store dan menjalankannya. Tancapkan USB flash drive pada port di PC/laptop, kemudian ikuti prosedur pada Chromebook Recovery Utility. Pada pilihan device kita cukup memilih opsi Google ChromeOS Flex. Selanjutnya, Chromebook Recovery Utility akan melakukan sisanya.

Setelah siap, Anda tinggal menggunakan USB flash drive tersebut untuk booting dan mencoba fitur-fitur Google ChromeOS Flex tanpa instalasi. Saat dirasa sudah puas dan siap, Anda bisa menginstalaskan ChromeOS Flex ke dalam hard drive/SSD sebagai sistem operasi utama. Selamat mencoba!

And… GSuite Legacy (Free) Is Back

Dan akhirnya kita semua kembali ke permulaan. Setelah melalui berbagai episode mulai peringatan untuk login setiap 6 bulan sekali, peringatan untuk beralih ke layanan berbayar per bulan Mei 2022, yang kemudian diundur ke bulan Juni, kemudian munculnya opsi daftar tunggu bagi yang enggan beralih, dan munculnya paket baru (Google Workspace Essentials) yang gratis dan diduga sebagai pengganti Gsuite Legacy edition. Ternyata, baru-baru ini saat mendekati deadline Juni 2022, muncul maklumat terakhir (semoga) dari Google yang mengizinkan pengguna untuk tetap menggunakan GSuite Legacy Free Edition! alias tanpa perubahan sama sekali. Syaratnya adalah pengguna mengonfirmasikan lewat admin console sebelum tanggal 27 Juni 2022 dengan tiga langkah mudah seperti gambar di bawah ini

Langkah-langkah untuk mempertahankan akun Gsuite Legacy Edition

Tentu saja, mempertahankan akun GSuite Legacy Edition ini memiliki konsekuensi tersendiri. Menurut dokumen support Google, pengguna versi ini tidak mendapatkan dukungan dan di masa datang akan ada fungsi bisnis tertentu yang dihapus. Google juga menekankan penggunaan versi Legacy ini hanya untuk pribadi dan bukan untuk bisnis/komersial, apapun itu artinya.

Google Workspace Essentials, Pengganti Versi Legacy?

Seperti kita ketahui, layanan Google Workspace (alias G Suite) Legacy yang gratis akan berakhir per tanggal 1 Mei 2022. Para penggunanya “dipaksa” untuk beralih ke versi berbayar. Jika Anda baru-baru ini login ke konsol admin atau ke Gmail, akan muncul “surat cinta” berupa ajakan untuk beralih ke Google Workspace (yang berbayar). Jika Anda mengklik tautan Learn More/Selangkapnya, Anda akan mendapatkan penawaran khusus berupa 4 bulan gratis dilanjutkan diskon 50% selama setahun(?). Semua pengguna Google Workspace Legacy akan dialihkan ke versi berbayar terhitung 1 Juni 2022. Tentu saja, jika Anda tidak mengisi informasi pembayaran maka akses ke layanan Google Workspace akan ditangguhkan (suspend).

“Surat Cinta” bagi Pengguna Google Workspace Legacy

Namun perhatikan pada kalimat bahwa akan ada daftar tunggu (waitlist) untuk opsi tanpa biaya (no-cost option). Satu klausul yang membangkitkan harapan bagi para Pengguna berkantong cekak (seperti Penulis). Timbul pertanyaan, opsi yang manakah yang dimaksud itu mengingat batas akhir semakin mendekat, hanya tersisa 1-2 bulan lagi. Nah, baru-baru ini Google memperkenalkan produk terbaru dari Google Workspace yang disebut Google Workspace Essentials. Secara singkat, layanan ini memberikan kesempatan untuk menggunakan layanan seperti Google Drive, Meet, Chat, Docs, Sheets, Slides, Calendar, Forms, Sites, dan Keep (tapi bukan Gmail) secara gratis (untuk versi Starter) hingga 25 pengguna per akun. Anda hanya membutuhkan akun e-mail bisnis (bukan akun e-mail gratis seperti Gmail, Outlook.com atau Yahoo! Mail) untuk mendaftar. Google Workspace Essentials Starter dijamin gratis tanpa kartu kredit dan bukan versi Trial. Tersedia juga opsi untuk meningkatkan layanan ke versi berbayar yang disebut Google Workspace Enterprise Essentials. Nah, apakah ini yang dimaksud dengan opsi tanpa biaya (no-cost) dalam “surat cinta” di atas?

Tampilan Situs Google Workspace Essentials

Oracle JDK Sekarang Gratis (Lagi?)

Bagi komunitas Java, situasi seputar perubahan lisensi Oracle Java (JDK) mungkin adalah “kegaduhan” terbesar sepanjang sejarah. Setelah terbiasa sejak awal menggunakan Java (JDK/JRE) dari Sun Microsystems (yang kemudian diakuisisi Oracle) secara bebas, tanpa mengkhawatirkan lisensi, tiba-tiba Oracle mengubah lisensi menjadi pelarangan penggunaan Oracle JDK dalam lingkungan produksi secara bebas. Artinya, (Oracle) Java kini sama dengan produk Oracle lainnya seperti Database Server alias komersial. Setelah komunitas Java berbahagia menyambut perubahan Java menjadi perangkat lunak terbuka (open source), mereka harus dihadapkan pada kenyataan yang kurang menggembirakan. Namun tentu saja, karena Java kini sudah open source maka muncullah versi-versi Java selain Oracle yang membebaskan penggunaannya seperti dulu, seperti: Red Hat OpenJDK, SapMachine, Azul Zulu, BellSoft Liberica, AdoptOpenJDK, dan Amazon Corretto.

(Sumber: whichjdk.com)

Tiga tahun sejak keputusan Oracle menunjukkan bahwa pengguna Java nampaknya telah “move on” dari penggunaan Oracle Java ke lain hati. Saat ini AdoptOpenJDK menjadi versi Java terpopuler. Namun perubahan terus terjadi, AdoptOpenJDK kini terpecah menjadi dua: Eclipse Temurin (Adoptium) untuk versi JVM Hotspot dan IBM Semeru Runtimes untuk versi JVM OpenJ9. Microsoft bahkan sudah merilis versi JDK-nya sendiri, mengingatkan kembali di tahun 1997 saat mereka merilis versi Java untuk Windows. Dan akhirnya, Oracle merilis versi terbaru Java (LTS), 17, dengan lisensi baru yang mereka sebut No-Fee Terms and Condition (NTFC) yang membebaskan penggunaan di lingkungan produksi dan komersial. Lisensi ini menggantikan lisensi Oracle Technology Network (OTN) yang digunakan untuk Oracle Java versi 8u211 ke atas (termasuk versi 9 sampai 16) yang melarang penggunaan di lingkungan produksi dan komersial secara bebas (alias harus bayar). Jadi, singkat kata Java 17 umumnya gratis (termasuk Oracle JDK), kecuali untuk beberapa versi seperti Azul Zing (Platform). Sedangkan untuk versi sebelumnya seperti 8 dan 11 (Oracle JDK) tidak gratis 100%. Oh ya, Oracle sebenarnya juga merilis versi OpenJDK yang 100% gratis, termasuk versi 11, namun dukungan untuk ini sangat terbatas yaitu satu tahun, atau dua kali update, sehingga tidak direkomendasikan untuk penggunaan di lingkungan produksi atau komersial.

Siap-siap! TV Analog Akan Dimatikan Mulai April 2022

Seperti sudah pernah dibahas sebelumnya, peralihan dari siaran TV analog ke TV digital akan dilaksanakan tahun ini. Menurut jadwal yang telah dirilis Kemkominfo, ada tiga tahap penghentian siaran TV analog (Analog Switch Off), yaitu:

  1. Tahap pertama, berakhir pada tanggal 30 April 2022, akan dilaksanakan di 56 wilayah layanan di 166 kabupaten/kota
  2. Tahap kedua, berakhir pada tanggal 25 Agustus 2022, akan dilaksanakan di 31 wilayah layanan di 110 kabupaten/kota (termasuk Jabodetabek, Semarang Raya, Bandung Raya, Surabaya, DIY)
  3. Tahap ketiga, berakhir pada tanggal 2 November 2022, akan dilaksanakan di 25 wilayah layanan di 65 kabupaten/kota

Untuk mengantisipasi kesiapan masyarakat beralih ke perangkat televisi digital, mulai bulan Maret 2022 akan dibagikan set top box (STB) gratis untuk masyarakat miskin. Berikut ini persiapan menyambut pengalihan siaran TV dari analog ke digital:

(Sumber: siarandigital.kominfo.go.id)
  • Bagi yang sudah memiliki TV digital, ditandai dengan logo DVB-T2 pada pesawat televisinya, silakan mencoba menala (scan) kanal siaran digital Beberapa pesawat televisi memisahkan setting penalaan analog dan digital, ada juga yang menala siaran analog dan digital secara bersamaan. Cara membedakannya adalah siaran/kanal digital mempunyai label berupa LCN (dua atau tiga digit angka unik) dan nama stasiun (TVRI, RCTI, SCTV, atau yang lainnya), sedangkan kanal analog tidak mempunyai label dan nomor kanalnya berurutan dimulai dari yang pertama tertangkap oleh antena penerima/tuner.
  • Bagi yang belum memiliki TV digital, alias masih TV analog, Anda punya dua alternatif. Pertama, membeli perangkat televisi baru yang sudah digital, kemudian lakukan langkah di atas. Kedua, membeli Set Top Box (STB) yang mendukung DVB-T2. Di pasaran sudah banyak dijual STB dengan berbagai merek, spesifikasi dan harga (berkisar mulai 200 ribuan). Yang perlu diperhatikan tentu saja spesifikasinya, karena STB di pasaran bukan hanya untuk TV digital, namun juga untuk TV satelit (parabola), Internet Streaming (Android Box), dan ada juga perangkat hybrid, yang mendukung dua atau lebih teknologi (TV digital+satelit atau TV digital+streaming). Ciri-ciri fisik STB yang mendukung TV digital (DVB-T2) selain label adalah koneksi antena di bagian belakangnya.
    Setelah mendapatkan STB yang tepat, Anda perlu menyiapkan koneksi ke pesawat TV analog. Biasanya ada dua jenis koneksi yang tersedia: HDMI dan Composite (RCA). Koneksi HDMI menggunakan satu kabel dengan konektor berbentuk segienam berisi 19 pin, sedangkan composite menggunakan kabel bercabang tiga (merah, putih dan kuning). Pastikan koneksi yang tersedia di STB ada di pesawat TV Anda. Hubungkan kabel antena ke STB dan koneksi HDMI/Composite dari STB ke pesawat TV. Nyalakan STB dan TV, kemudian pindahkan masukan (input) TV dari antena/TV ke HDMI/Video sesuai jenis koneksi, kemudian lakukan penalaan (scan) kanal TV digital.
  • Apabila penalaan otomatis tidak berjalan dengan lancar, Anda bisa coba memasukkan/memilih sendiri parameter berupa nomor mux (multiplekser), yang bisa Anda dapatkan/cek dari internet atau menggunakan app sinyalTVdigital.
  • Apakah Anda harus mengganti antena TV/UHF Anda? Siaran TV digital masih menggunakan gelombang UHF sehingga antena yang kini digunakan masih bisa menangkap siaran TV digital. Kebanyakan “antena digital” yang ada di pasaran sekarang ini sebenarnya hanya antena UHF biasa + penguat sinyal (booster), teknologi yang sudah lama ada. Namun jika saat ini penerimaan siaran TV analog Anda kurang baik, alias “penuh dengan semut”, maka penggantian antena bisa jadi pertimbangan.
  • Apa yang akan terjadi setelah melewati tahap-tahap di atas? Jika Anda belum mempersiapkan perangkat yang diperlukan tentu saja televisi Anda tidak akan bisa ditonton, dengan catatan Anda tidak menggunakan perangkat selain antena TV/UHF.

Pada tahap persiapan ini, ada kemungkinan sinyal TV digital belum optimal, sehingga jangan terlalu khawatir apabila belum semua kanal televisi bisa ditangkap. Untuk mengecek kekuatan sinyal dan ketersediaan kanal TV digital di daerah Anda silakan memasang app sinyalTVdigital pada ponsel Android/iOS. Sedangkan untuk mengecek perangkat (TV, STB) yang mendukung TV digital (DVB-T2), terutama yang sudah tersertifikasi, bisa mencoba mengecek laman e-Sertifikasi Ditjen SDPPI dengan kata kunci “DVB-T2” untuk Nama Perangkat.

Chrome OS Flex, Chrome OS untuk Semua

Meskipun tidak terlalu populer di Indonesia, produk Chromebook dengan sistem operasi Chrome OS cukup populer di Amerika Serikat sebagai pesaing komputer bersistem operasi Windows dan macOS. Saat pertama kali muncul di tahun 2011 banyak yang meremehkan prospeknya karena desainnya membutuhkan koneksi internet yang “permanen” agar bisa berfungsi dengan baik. Kenyataannya, penjualan Chromebook terus melesat dan bahkan telah mengalahkan penjualan komputer buatan Apple, Mac(intosh), pada tahun 2020. Seperti halnya macOS yang hanya bisa didapatkan (secara resmi) pada komputer Apple Mac, sistem operasi Chrome OS juga hanya terdapat di Chromebook. Kedua sistem operasi tersebut sebenarnya berbasis open source, namun dengan komponen tambahan yang bersifat tertutup (proprietary). Dalam kasus macOS, komponen open source-nya yang disebut Darwin hanya mencakup inti (core) sistem operasi berupa kernel dan userland tanpa GUI atau tampilan grafisnya. Sementara Chromium OS yang merupakan komponen open source dari Chrome OS bisa dibilang identik, hanya kehilangan beberapa fitur. Selama ini ada beberapa versi Chromium OS yang bisa dicoba oleh pengguna selain Chromebook seperti Hexxeh (diskontinyu seak 2013), Arnoldthebat, NayuOS dari Nexedi, dan CloudReady dari Neverware.

(Sumber: cloud.google.com/blog/)

Di tahun 2020 Neverware diakuisisi oleh Google, yang menimbulkan pertanyaan mengenai kelanjutan CloudReady. Selama ini, CloudReady Home Edition adalah versi terbaik Chromium OS yang bisa digunakan secara bebas. Ternyata Google punya rencana sendiri, baru-baru ini mereka mengumumkan rilis Chrome OS Flex, sebagai kelanjutan dari CloudReady. Artinya, Chrome OS Flex akan menjadi versi ChromeOS yang bisa digunakan oleh semua pengguna komputer. Untuk saat ini, Chrome OS Flex baru memasuki versi Beta dan untuk bisa mencobanya Anda harus mendaftarkan diri Anda di situs resminya.

G Suite (Google Apps for Domain) Free Akan Berakhir

Google akan mengakhiri layanan G Suite Legacy Free Edition (d.h. Google Apps for Domain) pada 1 Juli 2022. Layanan ini pertama kali ditawarkan pada tahun 2006 sebagai Google Apps for your domain, yang memungkinkan pengguna mendaftarkan domainnya sendiri untuk menggunakan layanan Google (Gmail, Drive, Contact, Calendar, Photos), alih-alih menggunakan domain default Gmail. Awalnya, layanan ini diberikan gratis, dan tiap akun (domain) bisa mendaftarkan hingga 100 user. Jumlah user ini kemudian dikurangi menjadi 50, 25, hingga 10 user saja. Pada tahun 2007, Google merilis versi berbayar yang disebut Google App Premier. Pada akhir tahun 2012 Google menutup pendaftaran akun baru untuk Google Apps for Domain versi gratis. Pada tahun 2016, Google Apps for Domain berganti nama menjadi G Suite, sebelum kembali berganti nama menjadi Google Workspace di tahun 2020. Pada awal tahun 2020, para pengguna G Suite Legacy Free Edition menerima e-mail peringatan untuk tetap aktif menggunakan akunnya dalam jangka waktu 6 bulan, atau akunnya akan dinonaktifkan.

Sumber: zedaan.com

Selambat-lambatnya tanggal 1 Mei 2022, para pengguna G Suite Legacy Free Edition harus sudah memutuskan untuk meningkatkan akunnya menjadi berbayar (dengan memilih salah satu paket yang tersedia) atau secara otomatis akan ditingkatkan statusnya menjadi berbayar sesuai fitur yang digunakan. Kemudian, semua pengguna yang telah ditingkatkan statusnya ini bisa menggunakan layanan Google Workspace secara gratis sampai tanggal 1 Juli 2022 sebelum Anda diwajibkan membayar. Mereka yang tidak bersedia membayar maka akunnya akan di-suspend hingga 60 hari sebelum akses ke sejumlah aplikasi inti (Gmail, Calendar, Meet) diblokir. Akses ke sejumlah layanan seperti YouTube dan Google Photos masih akan diberikan. Tentu saja, Anda bisa berhenti menggunakan Google Workspace kapan saja.

Samsung Tizen Store Ditutup

Setelah menghentikan layanan Tizen Store untuk pengguna baru sejak bulan Juni 2021, Samsung akhirnya menutup total Tizen Store untuk pengguna smartphone (dan smartwatch) terhitung 31 Desember 2021 kemarin. Seperti diketahui, Tizen adalah sistem operasi yang dikembangkan oleh Linux Foundation dengan dukungan utama dari Intel dan Samsung yang diturunkan dari kode sumber sistem operasi MeeGo dari Nokia. Sistem operasi ini digunakan oleh Samsung untuk berbagai produknya seperti smartphone (Galaxy seri Z), smartwatch (Galaxy Watch), dan smart TV. Namun, tahun lalu Samsung menyatakan akan beralih ke sistem operasi Wear OS dari Google, atau lebih tepatnya menggabungkan pengembangan sistem operasi smartwatch ke dalam Wear OS 3. Smartphone berbasis Tizen juga tidak lagi diproduksi sejak tahun 2017. Dengan penghentian akses Tizen Store, maka pengguna smartphone berbasis Tizen dipaksa beralih ke smartphone berbasis Android atau iOS. Sementara pengguna Samsung smartwatch untuk sementara ini masih akan mendapatkan dukungan teknis untuk Tizen. Pertanyaan terbesar kini adalah untuk smart TV, akankah Tizen terus dikembangkan di masa depan atau mengalami nasib yang sama dengan perangkat lain? Mengingat Samsung adalah produsen smart TV terbesar di dunia, kepastian seperti ini harusnya menjadi perhatian karena bisa memengaruhi persepsi konsumen terhadap produk smart TV dari Samsung di masa datang. Untuk sementara, nampaknya Samsung masih akan mempertahankan Tizen untuk Smart TV dengan perbaikan antarmuka.